Sabtu, 15 Januari 2011

Menghargai diri

Memulai sesuatu yang tidak pernah kita lakukan adalah merupakan sesuatu hal yang amat sulit untuk kerjakan. Keluhan demi keluhan akan selalu terucap dari mulut kita. Banyak dari kita selalu melihat dan bangga terhadap keberhasilan orang lain. Tetapi yang paling menyakitkan adalah kita tidak seberhasil mereka. Pada akhirnya kita selalu menyalahkan orang lain, diri sendiri, keadaan sekeliling kita, bahkan orang tua kita pun kita salahkan. Mau jadi apa kita dengan kondisi seperti ini. Bukankah setiap orang sudah diberikan nikmat oleh Allah sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki? Bukankah juga setiap orang diciptakan berbeda dan dipastikan memiliki kemampuan untuk selalu dikembangkan oleh mereka sendiri atau orang lain?
Melihat kelemahan diri sendiri itu baik, begitu juga menyadari memiliki kelemahan juga lebih baik, namun lebih baik lagi kita sadar dan mampu change it once, mengubah kelemahan tersebut menjadi kekuatan diri saat ini . Untuk mengubah perilaku sadar menjadi perilaku melakukan suatu perubahan tidaklah mudah. Hal ini membutuhkan suatu proses yang harus dilalui dengan berbagai kendala. Maka oleh karena itu keberhasilan adalah suatu proses. Keberhasilan bukanlah merupakan hasil akhir dari suatu proses. Karena hidup ini akan selalu meminta proses-proses yang lebih mantap dan jitu. Ini akan mengajak kita untuk selalu dapat merekayasa, bahkan menciptakan proses-proses yang terkini.
Dari mana memulainya?
Pertanyaan ini selalu penulis dengarkan saat berinteraksi dengan teman-teman. Mereka selalu mengeluhkan bagaimana memulainya dan bagaimana mungkin dapat melakukan jika modal tidak ada. Pada dunia usaha modal itu tidaklah semata-mata diartikan uang, namun lebih jauh lagi adalah modal itu ada pada diri sendiri. Modal itu bisa berupa talenta yang kita miliki, kekuatan diri, keinginan yang kuat, kepercayaan diri, dan lain- lain yang belum tergali secara maksimal oleh diri.
Untuk memulai ini perlu suatu kesadaran diri yang cukup kuat. Banyak dari kita yang tidak sadar diri….hahahahahaha. kita selalu marah pada orang lain pada saat keinginan kita tidak terpenuhi, bukankah sebenarnya kita yang lagi tertekan atas kondisi yang kita hadapi. Orang tua sering marah pada anak-anak mereka, saat anak-anak tersebut bermain di jalan-jalan atau, gang-gang, yang selalu ramai dilewati oleh kendaraan. Tetapi apakah selaku orang tua pernah memberitahu kepada anaknya bahaya main di jalan? Atau orang tua stress melihat kondisi seperti itu? Para pegawai marah-marah hanya karena peraturan yang berubah sementara. Selaku pegawai yang diikat oleh aturan bukankah sebaiknya mengikuti aturan yang dibuat? Ini akan berbeda pada saat seorang pegawai sebagai pembuat aturan. Aneh-aneh sajakan. Diatur tak tidak mau, mengatur tidak bisa….... mau jadi apa?
Menyadarkan diri adalah merupakan pekerjaan berat. Untuk menyadarkan diri butuh proses sebagaimana penulis sampaikan diatas tadi. Seorang manusia yang dilengkapi dengan berbagai peralatan canggih yang merupakan anugerah dari yang maha kuasa, hanya diciptakan sekali saja. Jika manusia diibaratkan sebuah perangkat komputer, komputer memiliki prosessor dengan berbagai spesifikasi. Apa mungkin sebuah prosesor dengan spesifikasi rendah akan mampu bekerja sama cepatnya dengan prosesor yang memiliki spesifikasi yang lebih tinggi? Begitu juga manusia, jika mereka sadar dengan kondisi mereka, maka mereka akan tahu bagaimana menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Ini artinya kesadaran diri sangatlah penting untuk mengatur diri dalam mengambil langkah berikut dalam kehidupan ini. Kesadaran diri juga membuat manusia akan lebih mengenal diri, potensi apa yang dapat dikembangkan, serta mampu mengubah diri. Bagaimana mungkin kita dapat mengubah diri tanpa pernah sadar akan diri sendiri?